Kamis, 04 November 2010

KARNA TANDING

(I)
Dan akhirnya pertarungan yang tertunda itu pun
harus terjadi di padang Kurusetra
pertarungan yang sudah diramalkan jauh sebelumnya

Waktu seolah berhenti

Hening

Bau anyir darah mengambang terbawa angin
ke seluruh penjuru semesta alam
mayat-mayat bergelimpangan
dibawah kemilau cahaya mentari

Panas!

(II)
Adipati Karna, putra Kunti dari Batara Surya
menatap Arjuna
ingat janjinya pada sang ibu
“Setelah perang ini, putra ibu akan tetap lima.
Apakah aku yang gugur, atau Arjuna yang gugur.”

Arjuna, putra Kunti dari Batara Indra
playboy Pandawa kesayangan dewata
menatap Karna
ingat wejangan dari Krishna,
“Aku adalah kematian, aku adalah kehancuran.
Orang-orang yang berdiri di depanmu itu sudah dibinasakan
melalui karma mereka sendiri,
kau hanya akan menjadi alat kehancuran mereka.”

(III)
“Arjuna, jangan lari. Akulah lawanmu yang setimpal,”
tantang Karna.
“Aku selalu menantikan duel kita hari ini.”

“Karna, aku tak pernah lari,”
jawab Arjuna meyakinkan.
“Aku akan membunuhmu karena kau selalu membela Kurawa!”

“Aku selalu memegang sumpah dan janjiku pada Prabu Duryudana,
walau aku tahu siapa mereka.
Tetapi aku juga maju berperang untuk
memulihkan kehormatan dan harga diriku
yang telah kau hina pada pertemuan pertama kita,”
jawabnya lantang

“Tetapi kemenanganku telah diramalkan dewata,”
tutur Arjuna jumawa

“Aku tak peduli dengan suratan dewata,
walaupun itu tidak adil!”
tegasnya.

Hening

Dan ketegangan semakin mencekam
semua yang ada di sana menahan nafas

(IV)
Dua kereta kuda itu pun berderak cepat
menghela dua ksatria yang membawa nama-nama besar
berputar-putar mencari kesempatan
saling mendekat
sementara panah-panah sakti bercahaya
melesat menuju sasaran

Sebatang anak panah sakti Karna dilepaskan ke arah Arjuna
tetapi meleset
Panah itu berubah menjadi Ardawalika, si ular berbisa
dan kembali pada Karna
“Panahkan aku sekali lagi pada Arjuna.
Kau tidak akan meleset!”
kata Ardawalika

“Karna tidak pernah melepaskan anak panah
yang sama untuk dua kali,
walaupun itu bisa membunuh seratus Arjuna.
Pergilah kau!”
jawab Karna membuang kesempatan langka

Panah Ular itu melejit menyerang Arjuna
tetapi kurang cukup cepat
karena seharusnya dilepaskan dari busur

Arjuna pun dapat membunuhnya

(V)
Batara Kala, sang penguasa waktu,
tiba-tiba muncul tanpa dilihat
berbisik halus pada Karna,
“Roda keretamu amblas!”

Prabu Salya menolak permintaan menantunya,
“Kau yang harus mengangkat roda itu, bukan aku!”

Sehingga Karna harus turun sendiri dari kereta perangnya
mencoba mengangkat roda yang amblas

Berhasil
ia pun naik kembali ke atas keretanya
mengambil busur dan anak panahnya
melepaskan panah tersebut ke arah Arjuna

Salya melihat itu dan menghentakkan keretanya
sesuatu yang tidak disadari Karna
dan panah meleset mengenai mahkota Arjuna

Karna pun mencoba mengingat mantra brahmastra
dari Parasurama
tetapi ia tak dapat mengingatnya

Roda kereta kembali amblas
Sekali lagi, Salya tidak mau mengangkat roda
Karna pun turun mengangkat roda kereta itu
tetapi dilihatnya Arjuna menyiapkan anak panah saktinya
“Tunggu, jangan kau lakukan itu jika kau seorang ksatria!”

“Jangan bicara tentang kehormatan ksatria disini,”
kata Krishna berteriak keras pada Karna

“Panah dia, Arjuna.
Sekarang kesempatanmu membunuh dia!”
kata Krishna dingin mendesak Arjuna.

Arjuna tertegun melihat kejadian janggal
yang berulang itu
hatinya ragu
“Aku...aku tidak sanggup...”
kata Arjuna terbata-bata

Sembari mencoba mengingat mantra brahmastra
Karna berhasil mengangkat roda keretanya
instingnya mengatakan ada bahaya mengancam
secara refleks ia meraih busur dan memasang panah Wijayadanu
ia mengangkat wajahnya

Arjuna melihat semua kejadian itu
dan telah siap melepaskan anak panahnya

“Lepaskan panahmu, Arjuna,”
teriak Krishna menggelegar.
“Ini kesempatanmu terakhir! Panah dia, panah dia!”

Karna menatap mata Arjuna
sekali lagi, ia mencoba mengingat mantra brahmastra
dan siap melepaskan anak panah
tetapi peluh keringat menutupi pandangannya
sesaat ia mengerjapkan mata
kemudian yang dilihatnya adalah Pasopati,
anak panah sakti milik Arjuna
datang lebih cepat
dan menembus batang lehernya

“Crash!!!”

Darah segar menyembur
sementara kepala Karna jatuh menggelinding ke tanah
secercah sinar melayang tinggi
masuk ke dalam lingkaran matahari

(VI)
Dan tiba-tiba langit berubah seketika
menjadi gelap gulita
awan hitam bergulung-gulung
suara guruh memenuhi angkasa
halilintar menyambar-nyambar membelah langit
Hujan!

Pada saat yang sama
jauh dari medan perang yang berdarah-darah
di Istana Hastinapura
Dristarastra jatuh dari kursinya
dan Kunti sesak nafas
merasakan nyeri yang luar biasa pada lehernya

(VII)
Ketika hujan berhenti
tubuh ksatria itu masih berdiri tegak
meregang busur
siap melepaskan anak panahnya

Kepalanya jatuh di tanah
wajahnya tersenyum dan bersinar-sinar
seperti bunga teratai berdaun seribu
yang sedang mekar

(VIII)
Arjuna menghampiri tubuh Karna
“Benar-benar ksatria sejati!”
desis Arjuna

Arjuna memberikan hormatnya untuk Karna

1 komentar:

  1. blog'e cah 3ek http://koksepisih.blogspot.com
    http://anwarsusilo.blogspot.com
    http://nanangprasetya.blogspot.com
    http://alvindha.blogspot.com

    BalasHapus

Jurusan Teknik Kendaraan Ringan SMK Pancamarga Bhakti Baturetno

Jurusan Teknik Kendaraan Ringan SMK Pancamarga Bhakti Baturetno

karnaval.17.08.09

karnaval.17.08.09